Friday, June 10, 2011

Writing on Barata Sena in Koran Tempo

Concerning with Barata Sena's Wooden Artwork last May 2011, he  was written by Koran Tempo dated 23 May 2011.

If you are interested to read it, please, download it for free in URL below:

pdf format:
http://tinyurl.com/6gnhvyx


jpg format:
http://tinyurl.com/68y5sc2

Wednesday, May 11, 2011

Wooden Artwork Exhibition, 18 - 30 May 2011

Barata Sena, a wooden artwork artist from Solo, Indonesia,   will hold his wooden artwork exhibition from May 18 to 30, 2011, at Balai Soedjatmoko, located at Jl. Slamet Riyadi 284, Solo, Central Java, Indonesia. It is his second solo exhibition. His first solo exhibition has held on 31 December 2008 – 31 January 2009.

To know further Barata Sena, please, free download to get his first exhibition catalogue on Url below:

Contact:

Sunday, May 8, 2011

Pameran Seni Jalan Kayu, 18 - 30 Mei 2011

“Hidup adalah berkarya. Bagi Pejalan Kayu berkarya adalah pemahaman tentang proses. Proses itulah karya. Bukan hasil akhir.’

Ungkapan Barata Sena adalah bagian dari pameran tunggalnya kedua Pameran Seni Jalan Kayu yang bertajuk “Proses Itulah Karya” yang akan diadakan pada:

Wednesday, March 30, 2011

RECOGNIZE YOUR MIND, a reflection


Were one’s intellectuality to achieve the highest grade on schooling, nonetheless one’s mind might turn one out to be such an ignoramus. Thus, recognize yet practice your mind! (Bulan Sorbadjati & Barata Sena)


KENALI BATINMU
Sekalipun secara intelektual engkau mendapatkan nilai tertinggi di sekolah, bisa jadi batinmu teramat sangat bodoh.(Bulan Sorbadjati & Barata Sena)

KEMARAU AND PENGHUJAN


And thus one was related to one’s own sibling as are the two seasons of the equator sphere: kemarau and penghujan. When kemarau arrived, within its dry and hot days were engraved flaring anger, sharp acrimony, and tears. When penghujan took its turn, its wet and rainy hours offered contentment, longings, and encounter. Yet along the changes of seasons, kemarau plots never a treachery against penghujan.

KEMARAU DAN PENGHUJAN
Persaudaraan yang indah serupa dua musim di wilayah khatulistiwa. Ketika kemarau terukir kemarahan, kesengitan, air mata. Ketika penghujan terpetik kegembiraan, kerinduan, pertemuan.
Kemarau tak pernah berkhianat kepada penghujan. (Bulan Sorbadjati & Barata Sena)

CO-CREATORS, a reflection

Besides, those that have met “the path” looked the termites, ants, and aphids as co-creators of wooden works. Even before an artist’d creative intelligence was set in aorse, these tiny living-beings have been at their labour upon or within the tree, diligently. (Bulan Sorbadjati & Barata Sena)


CO-CREATOR
Rayap, semut, dan kutu adalah co-creator bagi orang yang telah bertemu “jalan”. Sebelum kecerdasan kreatifnya mulai bergerak, makhluk-makhluk hidup super kecil itu telah bergiat mengawali karya-karyanya. (Bulan Sorbadjati & Barata Sena)

WALLET. a reflection

Have you ever looked deeply into the inside of your pocket and, with attention, observed the contents of your wallet? When one is truly at a mindful state, one is certainly capable to see that one keeps up with oneself not only cards, money, and coins, but also greed, anger, and attachment.

DOMPET
Pernahkah Anda betul-betul meneliti apa “isi” dompet di saku pakaian yang sedang Anda kenakan?
Apabila batin Anda cukup cerdas, Anda akan mampu melihat bahwa di samping bermacam-macam kartu, lembaran rupiah, Anda membawa serta juga berlembar-lembar keserakahan, kemarahan, dan kemelekatan! (Bulan Sorbadjati & Barata Sena)

DAYLIGHT AND NIGHT, a reflection


Yet one’s sibling was to oneself but as is daylight to night.
Upon daylight were cast sundry desires, whereas within nightfall lay suppertime in togetherness. Be the sky overcast as gloomy as it would, daylight never seeks vengeance against the darkness of night. (Bulan Sorbadjati & Barata Sena)

SIANG DAN MALAM
Persaudaraan yang indah serupa siang dengan malam.
Di dalam siang tercetak perbedaan keinginan. Di dalam malam terpacak santap bersama. Seberapa pun gelapnya awan mendung, siang tak mau menaruh dendam kepada malam. (Bulan Sorbadjati & Barata Sena)


DEPOSITORY, a reflection

When one wilfully hurt any of human kind or other living-beings, one was actually adding on more suffering, and all at once putting it out at interest, into one’s future-life depository which oneself shall eventually receive. (Bulan Sorbadjati & Barata Sena)

TABUNGAN
Ketika dengan sengaja kau telah menyakiti seseorang atau makhluk hidup lainnya, kau telah menambahkan pada tabungan masa depanmu penderitaan yang akan kau terima berikut bunganya. (Bulan Sorbadjati & Barata Sena)

Monday, March 14, 2011

Right Views, a reflection

(1)
The eyes that have encountered “the path” can no longer be deceived by thoughts into which ethic and aesthetic judgements or pragmatic conventions are rammed. (Bulan Sorbadjati & Barata Sena)

(2)
To the eyes that sees with the right views, a tree’s impairment, which it has carried since its very first day on, are neither perceived as matter of normal and no-normal nor of good and no-good. Instead, to those that have achieved the right views, everything that is given birth by mother nature makes none but natural matters. Thus, on one’s flowing of creativity, not a single question is raised whatsoever defect might flaw the wood, except how one integrates one’s intelligence into a co-creation with the tree trunks. (Bulan Sorbadjati & Barata Sena)

Mata Benar
(1)
Mata yang telah bertemu “jalan” tidak akan dapat lagi dikelabui oleh pikiran-pikiran yang dicekoki berbagai penilaian etis, estetis, atau konvensi-konvensi moral. (Bulan Sorbadjati & Barata Sena)


(2)
Bagi orang-orang yang memiliki “mata benar”, kecacatan yang dibawa lahir dan bertumbuh oleh batang-batang pohon tidak menjadi masalah normal atau tidak-normal, bagus atau tidak-bagus. Bagi orang-orang yang memiliki mata benar segala yang dilahirkan ibu bumi hanyalah perkara-perkara natural. Karena itu, dalam proses kreatifnya, apa pun kecacatan pohon-pohon, persoalan yang hadir di hadapannya hanyalah, bagaimana mengintegrasikan kecerdasannya ke dalam kerjasamanya dengan batang-batang pohon tersebut. (Bulan Sorbadjati & Barata Sena)

Anger, a reflection

To those that have begun to “walk the path”, whenever anger arises, its flaring up is a mean of one’s coming back to the conscious breathing. “Breathing in, I know that I am angry. Breathing out, I know that I must take care of my anger.” (Bulan Sorbadjati & Barata Sena)

KEMARAHAN
Bagi orang-orang yang telah mulai terlatih pada “jalan”, tiap kali kemarahan muncul, kemarahan itu menjadi sarana yang transformatif untuk mendapatkan pencerahan dari guru-guru welas-asih yang tangguh. (Bulan Sorbadjati & Barata Sena)

Saturday, February 26, 2011

Contribution, a reflection

Although it may be considered for the smallest value, charity that one gave to each living-being in suffering and anguish, either unrealized or rewardless, is accounted among the contributions for the better of the present-day world. (Bulan Sorbadjati & Barata Sena)

KONTRIBUSI
Sekecil apa pun kebajikan yang kauberikan untuk menolong setiap makhluk yang sengsara dan menderita, kau telah berkontribusi untuk dunia yang sedikit lebih baik dari kemarin. (Bulan Sorbadjati & Barata Sena)

Thursday, February 24, 2011

Acces, a reflection

Just as one has experientially encountered the path of “Jalan Kayu”, one would therefore be capable to see through one’s intelligence that the earth, the air, fire, and water were the firsthand-creators of every single concavity, crack, and thus giving access into original carvings of the universe itself. (Bulan Sorbadjati & Barata Sena)

AKSES
Apabila Anda telah bertemu “Jalan Kayu”, tanah, angin, api, dan air, dapat mengkomunikasikan kepada kecerdasan Anda segala lekuk, celah, dan pahatan yang orisinil dari alam semesta. (Bulan Sorbadjati & Barata Sena)

Destructed Table

                                    Photo by FD.Sukhmana

Meditation

                                           Photo by FD. Sukhmana

Wooden Shoes

                                         Photo by FD. Sukhmana

Wooden Clothing

                                                Photo by FD. Sukhmana

Wednesday, February 23, 2011

Dancing Dress

                                             Photo by Fd. Sukhmana

Wooden Bra

                                            Photo by FD. Sukhmana

Jalan Kayu, Proses Kreatif Barata Sena

oleh Bulan Soerbadjati
 
Masih segar ingatan tentang Rabu petang 31 Desember 2008. Hujan turun deras, seperti biasanya jika tahun mendekati penghujung. Ketika itu untuk pertama kali “Jalan Kayu” sebagai tajuk diproklamirkan[i] ke hadapan publik.
Hall pameran sedikit membuat tercengang sebab di situ ikut dipajang batik-batik kain panjang, bagus-bagus. Tertata layaknya di sebuah galeri yang punya citarasa. Menyergapkan tentang yang-feminin, sabar, halus, dan indah.
Artwork yang menjadi maskot pameran malam itu menggelitikkan selintas dua imaji. Entah bagaimana membuatkan nama-nama yang mudah dan jelas untuk karya-karya tersebut sebab tak berbentuk seperti kerajinan, ukiran, atau patung. Gurat-gurat di atas lempengan dan glondongan kayu tampak seperti memantulkan imaji gelombang samudra. Atau malah gelombang pikiran dan mimpi?

Yang menakjubkan, sehelai ‘pakaian’ dipajang pada kapstok tinggi. ‘Pakaian’ yang sepenuhnya terbuat dari kayu. Kayu(!) bukan kulit kayu. Menunjukkan sesuatu yang (secara teknis) jujur dari seorang seniman yang tak mau berhenti bereksplorasi demi tanggung jawab pada ilmu yang pernah dia tuntut.
Last but not least, detik-detik menjelang peresmian dimulai, muncul di ruang pamer wajah-wajah yang tidak asing, para tukang dari bengkel kerja Barata Sena. Fantastis! Mereka ternyata diundang
menghadiri event pembukaan, sama seperti undangan lainnya! Untuk pertama kali kami menyaksikan hubungan emosional di balik hubungan kerja yang mendorong Barata Sena mengajak para tukangnya berjumpa publik. Tidak untuk ‘dipertontonkan’ melainkan untuk menonton pameran hasil karya yang telah dia dan para tukangnya gerakkan bersama-sama. Para tukang juga bercakap-cakap dengan sesama penonton, memberi keterangan yang valid sehubungan dengan proses kerja mereka.
                 
                  Barata Sena membangun prosesnya tidak dalam bengkel kerja yang tertutup. Akan tetapi di tengah perkampungan yang terbuka, kampung Jajar, Surakarta. Di situ warga saling kenal dengan baik, tetangga-tetangga yang tinggal paling dekat dengan kediamannya bebas mengamati kesibukannya berkarya, bahkan saling menyapa dengannya kapanpun mereka mau. Bengkel kerja tersebut bertempat di tanah yang telah dimiliki sepanjang tiga generasi. Tentu saja sarat akan sejarah kehidupan yang (secara material) dirintis oleh sang kakek dan yang kemudian (secara spiritual) diberi makna oleh sang ayah.
Faktor lingkungan memungkinkan bagi dia untuk berlatih mengasah sikap welas asih (compassion). Pada mulanya welas asih tumbuh lantaran Barata Sena harus merawat ayah dan ibunya yang sakit-sakitan dalam waktu puluhan tahun hingga kemudian mereka almarhum. Dan dengan perantaraan tetangga, kerabat, serta teman yang sedang kesusahan yang selalu datang padanya menyampaikan keluhan ini atau itu, terdesak ini dan itu (mengharapkan bantuan finansial darinya) welas asih pun dikembangkan. Bahkan pesan terakhir dari sang ayah kepadanya tak lebih dari sebuah pesan tentang welas asih, “Kelak jadilah manusia yang gemar dan senang menanam kebajikan, memiliki welas asih, dan kemurahan hati.”
Ini menunjukkan bahwa pengalaman empiris membentuk karakter individu. Watak welas asih tidak dimiliki Barata Sena dengan serta-merta melainkan hasil dari latihan berpuluh tahun lewat realitas konkret “menemani” sang ayah yang sakit-sakitan. Semenjak duduk di bangku SMA Barata Sena terbiasa dan terlatih

Jalan Kayu: Creative Process of Barata Sena (english text)

by Bulan Sorbadjati

Still fresh in memory of Wednesday evening on December 31st 2008. The rain came hardly, just like it used to at the end of the year. At that day for the first time “Jalan Kayu” has been proclaimed in front of the public as the crown.

            The artwork that became the exhibition mascot tickled a cross of two images at that night. Don’t know how to make the easily and clearly name for those creations because it was not form like handicraft, carved object or statue. Scratches on the plate and big chunks of wood seem reflected the images of wave, ocean or maybe the wave of mind and dream?
            The amazing was a piece of ‘clothes’ that displayed on a high cap stock. The ‘Clothes’ which is fully made of wood. Wood (!) not the bark of tree. Showed something (technically) honest from an artist who doesn’t want to stops explore for the god sake of responsible to the knowledge that he ever studied before.
            Last but not least, a few seconds to the beginning of the launch, appeared the familiar faces, craftsmen of the Barata Sena’s workshop. Fantastic! They were invited to the grand opening event just like the other invitees! For the first time we saw the emotional relationship behind the work relation that supported Barata Sena to invite his