Saturday, February 26, 2011

Contribution, a reflection

Although it may be considered for the smallest value, charity that one gave to each living-being in suffering and anguish, either unrealized or rewardless, is accounted among the contributions for the better of the present-day world. (Bulan Sorbadjati & Barata Sena)

KONTRIBUSI
Sekecil apa pun kebajikan yang kauberikan untuk menolong setiap makhluk yang sengsara dan menderita, kau telah berkontribusi untuk dunia yang sedikit lebih baik dari kemarin. (Bulan Sorbadjati & Barata Sena)

Thursday, February 24, 2011

Acces, a reflection

Just as one has experientially encountered the path of “Jalan Kayu”, one would therefore be capable to see through one’s intelligence that the earth, the air, fire, and water were the firsthand-creators of every single concavity, crack, and thus giving access into original carvings of the universe itself. (Bulan Sorbadjati & Barata Sena)

AKSES
Apabila Anda telah bertemu “Jalan Kayu”, tanah, angin, api, dan air, dapat mengkomunikasikan kepada kecerdasan Anda segala lekuk, celah, dan pahatan yang orisinil dari alam semesta. (Bulan Sorbadjati & Barata Sena)

Destructed Table

                                    Photo by FD.Sukhmana

Meditation

                                           Photo by FD. Sukhmana

Wooden Shoes

                                         Photo by FD. Sukhmana

Wooden Clothing

                                                Photo by FD. Sukhmana

Wednesday, February 23, 2011

Dancing Dress

                                             Photo by Fd. Sukhmana

Wooden Bra

                                            Photo by FD. Sukhmana

Jalan Kayu, Proses Kreatif Barata Sena

oleh Bulan Soerbadjati
 
Masih segar ingatan tentang Rabu petang 31 Desember 2008. Hujan turun deras, seperti biasanya jika tahun mendekati penghujung. Ketika itu untuk pertama kali “Jalan Kayu” sebagai tajuk diproklamirkan[i] ke hadapan publik.
Hall pameran sedikit membuat tercengang sebab di situ ikut dipajang batik-batik kain panjang, bagus-bagus. Tertata layaknya di sebuah galeri yang punya citarasa. Menyergapkan tentang yang-feminin, sabar, halus, dan indah.
Artwork yang menjadi maskot pameran malam itu menggelitikkan selintas dua imaji. Entah bagaimana membuatkan nama-nama yang mudah dan jelas untuk karya-karya tersebut sebab tak berbentuk seperti kerajinan, ukiran, atau patung. Gurat-gurat di atas lempengan dan glondongan kayu tampak seperti memantulkan imaji gelombang samudra. Atau malah gelombang pikiran dan mimpi?

Yang menakjubkan, sehelai ‘pakaian’ dipajang pada kapstok tinggi. ‘Pakaian’ yang sepenuhnya terbuat dari kayu. Kayu(!) bukan kulit kayu. Menunjukkan sesuatu yang (secara teknis) jujur dari seorang seniman yang tak mau berhenti bereksplorasi demi tanggung jawab pada ilmu yang pernah dia tuntut.
Last but not least, detik-detik menjelang peresmian dimulai, muncul di ruang pamer wajah-wajah yang tidak asing, para tukang dari bengkel kerja Barata Sena. Fantastis! Mereka ternyata diundang
menghadiri event pembukaan, sama seperti undangan lainnya! Untuk pertama kali kami menyaksikan hubungan emosional di balik hubungan kerja yang mendorong Barata Sena mengajak para tukangnya berjumpa publik. Tidak untuk ‘dipertontonkan’ melainkan untuk menonton pameran hasil karya yang telah dia dan para tukangnya gerakkan bersama-sama. Para tukang juga bercakap-cakap dengan sesama penonton, memberi keterangan yang valid sehubungan dengan proses kerja mereka.
                 
                  Barata Sena membangun prosesnya tidak dalam bengkel kerja yang tertutup. Akan tetapi di tengah perkampungan yang terbuka, kampung Jajar, Surakarta. Di situ warga saling kenal dengan baik, tetangga-tetangga yang tinggal paling dekat dengan kediamannya bebas mengamati kesibukannya berkarya, bahkan saling menyapa dengannya kapanpun mereka mau. Bengkel kerja tersebut bertempat di tanah yang telah dimiliki sepanjang tiga generasi. Tentu saja sarat akan sejarah kehidupan yang (secara material) dirintis oleh sang kakek dan yang kemudian (secara spiritual) diberi makna oleh sang ayah.
Faktor lingkungan memungkinkan bagi dia untuk berlatih mengasah sikap welas asih (compassion). Pada mulanya welas asih tumbuh lantaran Barata Sena harus merawat ayah dan ibunya yang sakit-sakitan dalam waktu puluhan tahun hingga kemudian mereka almarhum. Dan dengan perantaraan tetangga, kerabat, serta teman yang sedang kesusahan yang selalu datang padanya menyampaikan keluhan ini atau itu, terdesak ini dan itu (mengharapkan bantuan finansial darinya) welas asih pun dikembangkan. Bahkan pesan terakhir dari sang ayah kepadanya tak lebih dari sebuah pesan tentang welas asih, “Kelak jadilah manusia yang gemar dan senang menanam kebajikan, memiliki welas asih, dan kemurahan hati.”
Ini menunjukkan bahwa pengalaman empiris membentuk karakter individu. Watak welas asih tidak dimiliki Barata Sena dengan serta-merta melainkan hasil dari latihan berpuluh tahun lewat realitas konkret “menemani” sang ayah yang sakit-sakitan. Semenjak duduk di bangku SMA Barata Sena terbiasa dan terlatih

Jalan Kayu: Creative Process of Barata Sena (english text)

by Bulan Sorbadjati

Still fresh in memory of Wednesday evening on December 31st 2008. The rain came hardly, just like it used to at the end of the year. At that day for the first time “Jalan Kayu” has been proclaimed in front of the public as the crown.

            The artwork that became the exhibition mascot tickled a cross of two images at that night. Don’t know how to make the easily and clearly name for those creations because it was not form like handicraft, carved object or statue. Scratches on the plate and big chunks of wood seem reflected the images of wave, ocean or maybe the wave of mind and dream?
            The amazing was a piece of ‘clothes’ that displayed on a high cap stock. The ‘Clothes’ which is fully made of wood. Wood (!) not the bark of tree. Showed something (technically) honest from an artist who doesn’t want to stops explore for the god sake of responsible to the knowledge that he ever studied before.
            Last but not least, a few seconds to the beginning of the launch, appeared the familiar faces, craftsmen of the Barata Sena’s workshop. Fantastic! They were invited to the grand opening event just like the other invitees! For the first time we saw the emotional relationship behind the work relation that supported Barata Sena to invite his